Bentuk kertas pada mulanya berasal dari Mesir pada 3000 SM. Di lembah Sungai Nil tumbuh rumput rawa yang disebut “Cyperous Papyrus”. Orang Mesir memotong potongan tipis dari batang tanaman dan melunakkannya dalam air. Potongan-potongan itu dilapisi dengan sudut siku-siku untuk membentuk semacam tikar, yang ditumbuk menjadi lembaran tipis sebelum dipanggang di bawah sinar matahari hingga kering. Lembaran yang dihasilkan adalah substrat yang ideal untuk menulis. Karena sifatnya yang ringan dan portabel, membuatnya menjadi media tulis pilihan untuk karya seni, teks keagamaan, dan penyimpanan catatan di antara orang Mesir, Romawi, dan Yunani.
Di Amerika Tengah pada abad ke-2 Masehi bangsa Maya mengembangkan metode serupa untuk pembuatan buku, dan di Kepulauan Pasifik suatu bentuk kertas diproduksi dengan memukul kulit kayu halus di atas batang kayu dengan bentuk khusus.
Nama kertas berasal dari kata papirus dan meskipun mirip dengan kertas modern dalam hal fungsi, metode produksinya berbeda. Dan pada kenyataannya menciptakan lembaran laminasi yang secara teknis berbeda dengan kertas saat ini.
Bentuk kertas modern yang saat ini dipakai, pada mulanya berasal dari Cina oleh T’sai Lun – kepala kasim dari dinasti Han pada zaman Kekaisaran Ho-Ti, yakni pada tahun 105AD.
T’sai Lun bereksperimen dengan berbagai macam bahan untuk menyempurnakan proses maserasi serat tumbuhan sehingga setiap filamen benar-benar terpisah. Serat-serat individu ini dicampur dengan air sebelum sebuah lembaran besar direndam dan diangkat melalui air, menangkap serat tumbuhan tersebut pada permukaannya. Setelah kering, lembaran tipis serat terjalin jadi satu yang akhirnya menjadi kertas yang kita kenal sekarang. Kertas tipis, halus dan fleksibel yang dibuat dengan teknik T’sai Lun dikenal sebagai T’sai Ko’Shi, yang berarti “Kertas T’sai yang Terhormat”.
Pada abad ke-3 metode pembuatan kertas menyebar ke Vietnam dan kemudian Tibet, diikuti Korea pada abad ke-4 dan Jepang pada abad ke-6.
Selama abad ke-8, Permaisuri Shotuka, penguasa kekaisaran Jepang ke-48, memulai tugas besar untuk mencetak sejuta doa (dharani) pada selembar kertas, yang masing-masing dipasang pada pagoda terpisah. Proyek ini sendiri memastikan seni pembuatan kertas berlanjut di Jepang bahkan hingga hari ini.
Pembuatan kertas terus menyebar ke seluruh dunia, ke Asia dan Nepal sebelum menyebar ke India. Selama perang antara dunia Islam dan Dinasti Tang pada 751AD, pembuatan kertas benar-benar menyebar ke barat. Selama pertempuran di tepi Sungai Tarus, para pejuang Islam menangkap sebuah karavan Cina, yang berisi beberapa pembuat kertas Cina. Para prajurit mengirim pembuat kertas ke Samarkland, yang kemudian menjadi pusat produksi kertas yang luas.
Perlahan pembuat kertas menyebar lebih jauh ke barat, melalui dunia Muslim, Bagdad dan Kairo sebelum akhirnya ke Eropa ketika bangsa Moor dari Afrika Utara menginvasi Spanyol dan Portugal pada abad ke-12.
Di seluruh Eropa, penggunaan papirus dan perkamen yang terbuat dari kulit binatang berakhir pada abad ke-9. Dulu perkamen ini adalah media tulis yang paling disukai. Namun perkamen masih sangat mahal, dimana untuk membuat satu alkitab membutuhkan sekitar 300 kulit domba.
Baru pada abad ke-15 kertas digunakan sebagai barang praktis sehari-hari. Pada tahun 1439 Johannes Gensfleisch zur Laden zum Gutenberg, seorang tukang emas dan pencetak Jerman, mengembangkan mesin cetak bergerak. Perkembangan tersebut berujung pada revolusi percetakan dan selanjutnya memicu revolusi dalam komunikasi massa. Itulah sebabnya kelahiran kertas modern dan industri percetakan diakui secara luas pada tahun 1439 ini. Selain itu penemuan ini secara luas dianggap sebagai perkembangan paling penting dari era modern, memainkan peran kunci dalam perkembangan Renaisans, reformasi dan revolusi ilmiah. .
Karya utama Johannes, Alkitab Gutenberg, dikenal juga sebagai “Alkitab 42 baris” untuk membedakannya dari Alkitab cetakan sebelum-sebelumnya. Proses pembuatannya membutuhkan waktu bertahun-tahun, dan membutuhkan hampir 300 jenis yang berbeda. Alkitab tersebut dicetak di atas kertas buatan tangan dari Italia dan vellum (kulit anak lembu yang dikikis), dan Alkitab yang sudah jadi menyertakan judul/heading yang ditambahkan setelah proses pencetakan secara manual oleh juru tulis selesai.
Dengan permintaan kertas yang terus meningkat, teknologi pencetakan dengan cepat berkembang dan berbagai bahan pembuatnya juga diuji termasuk jerami, kubis, dan sarang tawon. Akhirnya kayu ditetapkan sebagai bahan yang murah dan sustainable. Saat ini serat lunak panjang dari kayu lunak seperti pinus, bulu dan cemara yang dianggap menghasilkan pulp yang paling cocok untuk produksi kertas secara massal.
Permintaan kertas yang demikian banyak juga mendorong efisiensi pada bidang manufaktur kertas, yang mengarah pada penciptaan mesin produksi kertas secara massal yang digunakan saat ini.
Dalam masyarakat saat ini, produksi massal kertas adalah industri besar yang memasok industri percetakan buku, majalah, surat kabar, tas, uang, dan banyak lagi. Digunakan secara luas di seluruh bisnis penggunaannya menggabungkan berbagai produk kertas termasuk pencetakan kertas a4 untuk barang-barang seperti kop surat cetak dan berbagai pencetakan kertas ukuran lain untuk bahan seperti selebaran, brosur, dan slip kertas.
Bila anda hendak membuat berbagai bahan cetakan, jangan lupa cetak di percetakan surabaya Famous Printing ya. Hanya disini yang menyediakan jasa cetak berbagai ukuran dan bahan kertas.