Plastik Daur Ulang – Berbahaya Bagi Lingkungan Dan Kesehatan Anda

Berbagai pertanyaan mengenai lingkungan sangat membebani pikiran masyarakat hari-hari ini. Berbagai media massa melaporkan begitu banyak kejadian bencana alam di seluruh dunia. Gempa bumi, banjir, tanah longsor menghiasi siaran berita nasional kita. Bukan hanya terjadi di Indonesia, tapi seluruh dunia mengalami hal yang sama. Ada bencana alam dimana-mana.

Bukan hanya lingkungan eksternal yang menjadi perhatian kita. Temuan yang dipublikasikan baru-baru ini mengenai air limbah yang diolah menunjukkan adanya kontaminasi antibiotik, alat kontrasepsi, dan bahan kimia yang digunakan dalam pembuatan plastik.

Sementara itu, kondisi kesehatan yang tidak dapat kami jelaskan, termasuk ADHD, autisme, dan fibromyalgia, sedang meningkat. Wajar jika kita bertanya pada diri sendiri apakah faktor lingkungan berperan dalam hal ini.

Sebuah produsen minuman ringan besar baru-baru ini ikut serta dalam “gerakan ramah lingkungan” dengan mengumumkan lini pakaian plastik daur ulangnya di bawah label rPET®. Barang dagangannya meliputi T-shirt, tas jinjing, topi, dompet, dan buku catatan yang terbuat dari botol plastik bekas yang biasanya dibuang ke tempat pembuangan sampah.

“Ini merupakan penggunaan bahan daur ulang yang luar biasa,” kata salah satu juru bicara perusahaan itu.

Raksasa industri ini tidak sendirian dalam menawarkan produk ramah lingkungan. Pada tahun 2007, 328 produk ramah lingkungan baru diluncurkan dibandingkan dengan hanya lima produk pada tahun 2002.

Seberapa ramah lingkungankah plastik daur ulang?

Timothy J. Krupnik, yang menulis untuk Departemen Daur Ulang di Berkeley Ecology Center, menjelaskan bahwa plastik terbuat dari etilen, yaitu gas alam. Etilen dilepaskan selama proses penyulingan minyak bumi. Dalam hal ini, plastik berasal langsung dari minyak mentah, yang merupakan sumber daya tak terbarukan. Gas tersebut dicampur dengan sejumlah bahan tambahan lainnya (banyak yang beracun), untuk menghasilkan produk.

Botol soda PET, misalnya, menggunakan penghalang timbal pada struktur botolnya. Karena banyaknya bahan kimia yang ditambahkan ke produk-produk ini, produksi plastik merupakan proses yang sangat beracun. Dibandingkan dengan kaca, produksi polietilen tereftalat (PET) melepaskan 100 kali lebih banyak bahan kimia beracun ke atmosfer.

Daur ulang plastik membutuhkan energi yang sangat besar dibandingkan dengan kaca. Kaca dapat diproses ulang “sebagaimana adanya” berulang kali dari bentuk aslinya. Hal yang sama tidak berlaku pada PET, karena banyaknya senyawa yang terkandung di dalamnya.

Jika raksasa minuman ringan itu benar-benar ingin menjadi “hijau”, beralih kembali ke wadah kaca akan menjadi pilihan yang lebih baik.

Saat ini kita semua telah mendengar tentang bahaya memanaskan plastik. Zat dioksin yang muncul akibat memanaskan plastik telah menjadi topik umum di acara bincang-bincang selama beberapa tahun.

Namun pertimbangkan bahan pemlastis (plasticizer), sekelompok bahan kimia yang digunakan untuk melunakkan plastik, membentuknya, dan membuatnya tidak terlalu kaku. Pemlastis mengandung ftalat, bahan kimia beracun dan dikenal sebagai pengganggu endokrin. Sistem endokrin Anda membantu mengatur sistem saraf, reproduksi, dan kekebalan tubuh Anda.

Phthalates (secara kolektif monoetil ftalat, monobutil ftalat, monobenzil ftalat, dietil ftalat, dibutil ftalat, dan benzil butil ftalat) dapat tertelan oleh tubuh saat menggunakan produk plastik sebagai wadah minum atau untuk penyimpanan makanan.

Minuman berkarbonasi, makanan berlemak, dan produk yang dipanaskan dalam plastik menyebabkan pelepasan bahan kimia tersebut dari kemasan ke dalam produk makanan atau minuman itu sendiri. Ketika bahan kimia ini bermigrasi ke sistem endokrin, mereka meniru hormon alami tubuh. Hal ini membingungkan sistem endokrin dan menyebabkan gangguan kesehatan yang serius.

University of North Carolina, Asheville, mempelajari masuknya ftalat dalam tubuh saat pemodelan tanah liat pada tahun 2004. Studi tersebut menemukan bahwa ftalat masuk ke dalam tubuh melalui pemanasan (asap) dan melalui residu pada kulit, sehingga membuat Anda bertanya-tanya apakah pakaian daur ulang yang terbuat dari plastik yang cara produksinya mirip dengan ini cukup aman. Pada tahun yang sama Uni Eropa melarang penggunaan pelunak plastik pada semua mainan dan produk yang ditujukan untuk anak di bawah usia tiga tahun.

Sejauh ini penelitian mengenai serapan bahan kimia ini ke dalam tubuh manusia terfokus pada penghirupan dan konsumsi. Kita tidak tahu apakah panas tubuh, misalnya, cukup untuk melepaskan bahan kimia berbahaya atau apakah ftalat dapat diserap melalui kulit. Kita tahu suhu air di kamar mandi cukup untuk melepaskan racun yang terpadat pada tirai kamar mandi vinil.

Pertimbangkan apa yang belum Anda ketahui sebelum memutuskan untuk memakai suatu produk.

Environmental Working Group, sebuah organisasi nirlaba yang beroperasi di San Francisco, menyarankan konsumen untuk:

  • Gunakan produk perawatan pribadi, deterjen, pembersih, dan produk lain yang tidak mengandung “wewangian” dalam daftar bahannya – “wewangian” biasanya mengandung DEP ftalat.
  • Hindari memasak atau menggunakan microwave dalam wadah plastik.
  • Gunakan tirai kamar mandi non-vinil.
  • Gunakan cat dan produk hobi lainnya di area yang berventilasi baik.
  • Berikan anak mainan kayu dan mainan bebas ftalat lainnya, dan jangan biarkan anak mengunyah mainan plastik lunak.
  • Petugas kesehatan dan pasien dapat mendesak fasilitas medis mereka untuk mengurangi atau menghilangkan penggunaan produk yang mengandung ftalat
  • Hindari produk yang terbuat dari plastik PVC atau vinil fleksibel. Beberapa contoh produk tersebut antara lain furnitur rumput PVC, jas hujan berbahan vinil, bahan bangunan PVC fleksibel, tirai kamar mandi vinil, dan mainan untuk anak atau hewan peliharaan yang terbuat dari PVC.

Dengan demikian perusahaan percetakan ataupun perusahaan pengemasan harus lebih berhati-hati ketika menggunakan bahan vinyl atau plastik